Kamis, 20 Agustus 2015

The One Who Saved My Life

Wajahnya pucat, tangannya bergetar. Website yang ditujunya tak kunjung merespon. Yang ada dipikirannya hanyalah bayangan kedua orang tuanya yang telah bersusah-payah membayar uang kuliahnya. Keringatnya semakin deras mengucur dari kepala sampai ke dadanya. Bukan, ini bukan karena suhu ruangan tersebut. Ini karena masalah yang sedang dihadapinya. Masalah yang berkaitan dengan kehidupan perkuliahannya selama enam bulan ke depan.

Ia segera mematikan komputer di hadapannya dan melangkah keluar bilik, menghiraukan suasana sekitarnya yang riuh, bercampur antara kebahagiaan dan kepedihan. Ya, kepedihan yang sebetulnya sama dengan apa yang sedang dihadapinya. Namun, langkahnya tegas. Ia melangkah menuju dua orang operator yang duduk di dekat pintu keluar. Ia mengeluarkan uang sejumlah 35 ribu rupiah kepada kedua operator tersebut serta uang seribu rupiah untuk tukang parkir di luar.

Kedua tangannya masih bergetar, sementara sebelah kakinya menyelah sepeda motor bebek yang siap dikendarainya. Ia melaju. Tak tahu kemana arah yang dituju. Hanya kalimat istighfar yang sanggup ia keluarkan, serta linangan air mata yang tak pernah membohongi kondisi dirinya. Traffic light menghentikan laju sepeda motornya. 60 detik terasa sangat lama. Istighfarnya masih belum berhenti, namun air matanya mulai mengering. 28 detik lagi sebelum lampu hijau menyala, ia teringat akan seseorang. Seseorang yang mungkin bisa membantu menyelesaikan permasalahannya.

Dikeluarkannya handphone berukuran 4 inchi dari saku kananya. Digenggamnya. Hingga lampu hijau menyala, ia melaju lalu menepi. Malam itu, Jogjakarta cukup dingin. Angin berhembus cukup kencang dan cukup menusuk kulit. Hanya 1 km menuju rumahnya di Jalan Kusbini, namun ia memilih untuk tetap menepi di sebrang perpustakaan kota. Ia mencari satu nama di kontak whatsapp-nya. Satu nama yang kelak tidak hanya menyelesaikan satu masalahnya, namun berbagai masalah lain yang akan dihadapinya.

"Assalamu'alaikum", ucapnya memasuki rumah dengan terburu-buru.
"Wa'alaikumsalam, udah makan?", bibinya menjawab.
"Belum, nanti saja..", ucapnya sambil menutup pintu kamarnya agak keras.
Ia segera mengeluarkan laptop dari tasnya. Koneksi wifi di rumahnya langsung otomatis terhubung dengan smartphone yang masih digenggam tangan kirinya. Tiga chat masuk. Nafasnya sedikit lega. Sebentar ia memandang layar HP-nya, kemudian kembali fokus ke layar laptopnya. Ia berusaha men-transfer apa yang ia lihat di layar handphone-nya menuju laptopnya. Malam itu memang sunyi seperti biasanya. Tapi tidak di dunia maya, traffic tinggi di twitter, dan beberapa website menyita fokusnya. Chat yang masuk ke HP-nya telah membantunya menyelesaikan apa yang seharusnya sedari tadi sudah ia selesaikan. Kini yang harus ia lakukan hanya satu, menunggu.

Matanya sayu, ia tak bisa membohongi dirinya sendiri. Semakin merah ketika ia memaksakan matanya untuk terus menatap layar laptop. Yang benar saja, ini sudah hampir tengah malam. Namun, handphone yang masih digenggam tangan kirinya cukup memberikan alasan yang jelas, kenapa ia tak kunjung terjaga. Hingga sebuah chat masuk, getaran dan sinar dari layar HPnya seketika mengagetkannya.
"Gimana?", hanya satu kalimat yang tertulis di layar hp-nya. Ia pun membalas singkat.
"Alhamdulillah, sudah dapat 18 sks."
"Alhamdulillah.", seseorang di luar sana kembali menjawab chatnya.

Percakapan tersebut menjadi penutup malam itu. Malam yang mungkin takkan pernah bisa dilupakannya. Malam yang kelak akan menjadi pelajaran berharga baginya. Malam yang menjadi saksi awal pertemanan mereka.


Jadi, inilah seorang kakak yang telah menolong hidup saya. Dan kisah yang saya ceritakan melalui sudut pandang orang ketiga di atas adalah masa-masa ketika saya gagal KRS-an, yaitu input study plan untuk satu semester kedepan. Saya mungkin sudah cuti kuliah tanpa bantuan beliau. Dan beliaulah yang waktu itu rela turun tangan membantu saya. Benar-benar turun tangan, dari mulai bukain twitter, sampe ngisi quesioner yang ternyata masih ada yang bolong.

Beliau adalah Afnan Mufidah, S.E
Sejak SD sampai kuliah, kami selalu berada di almamater yang sama. Hebat, kan?
1. SDN Mekarjaya 30
2. SMPN 3 Depok
3. SMAN 1 Depok
4. Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Gadjah Mada.

Selamat Wisuda, Kak Afnan. Semoga semua ini hanya persinggahan sementara menuju cita-cita kakak yang lebih tinggi dan lebih mulia. Terima Kasih atas segala bantuannya selama setahun kebelakang :")))
...