Jumat, 07 Oktober 2016

Selayang Pandang Pendidikan

Beberapa hari yang lalu, ada seorang teman saya yang tiba-tiba bertanya, "Dhit, quick question! Apa yang pengen banget lo rubah dari Indonesia?". Secara spontan, saya menjawab "Pendidikan". Kemudian percakapan pun berakhir, karena saya harus masuk kelas untuk melaksanakan UTS.

Setelah UTS, saya berpikir. Menarik, karena belakangan ini jarang sekali ada orang yang bertanya dengan pertanyaan-pertanyaan seperti ini kepada saya, membicarakan sesuatu yang bersifat makro. Tapi, kenapa saya menjawab pendidikan? Tidak adakah jawaban lain yang lebih spesifik? seperti ingin membangun jalur kereta api yang dapat menghubungkan seluruh pulau-pulau besar di Indonesia, ingin membunuhi kampret-kampret yang kerjaannya hanya mempersulit birokrasi dan menjadikannya pendapatan untuk menafkahi keluarganya di rumah, atau menjadikan Indonesia negeri tanpa pajak.

Setelah saya berpikir, menurut saya, pendidikan adalah jawaban yang sifatnya sangat difensive. Bayangkan saja ketika Anda ditanya oleh seorang dosen tentang suatu hal yang jarang sekali Anda bicarakan dalam kehidupan sehari-hari, tidak familiar dengan kehidupan Anda, tetapi Anda harus menjawab pertanyaan tersebut secara cepat. Maka, kemungkinan besar Anda akan menjawab dengan jawaban-jawaban yang sifatnya general, tidak spesifik. Pendidikan adalah sesuatu yang sifatnya general. Dengan pendidikan, sebenarnya kita bisa membangun SDM yang kelak akan membangun jalur kereta api yang menghubungkan seluruh pulau-pulau besar di Indonesia. Dengan pendidikan pula kita dapat mengubah kempret-kampret perusak yang menyumbat jalur birokrasi tersebut menjadi orang-orang dermawan yang sangat senang mempermudah kehidupan orang lain, atau bahkan kita dapat menjadikan Indonesia negeri tanpa pajak melalui pendidikan yang baik ini.

Suatu hari saya pernah membaca sebuah buku secara sepintas saja. Di buku tersebut, tertulis kalimat dari salah seorang mantan wakil presiden Indonesia, yaitu Pak Boediono. Beliau menyampaikan bahwa intinya jika kita hendak memperbaiki bangsa Indonesia, kita harus memulainya dari pendidikan. Setelah membaca kalimat tersebeut, saya merasa bahwa sebenarnya tidak perlu sosok Pak Boediono untuk mengatakan bahwa bangsa ini harus diubah melalui pendidikan. Karena, bagi saya, tukang becak pun tahu bahwa pendidikan adalah cara untuk mengubah bangsa Indonesia ini. Coba saja Anda tanya ke tukang becak, "Menurut bapak, cara yang baik untuk merubah Indonesia seperti apa ya? Setuju ga pak kalo pendidikan bisa merubah bangsa Indonesia?". Saya yakin 8 dari 10 tukang becak akan menyetujuinya.

Di samping itu, masih ada juga budaya-budaya buruk yang sering terjadi di dunia pendidikan ini. Salah satunya adalah tentang "titip-menitip". Beberapa hari yang lalu saya mendengar berita seorang polisi tewas dengan cara gantung diri di kantornya sendiri, dilansir melalui detik.com bahwa polisi tersebut tewas diduga karena memiliki hutang senilai ratusan juta dikarenakan gagal memasuki anak titipan di salah satu sekolah. Ini hanyalah salah satu kisah yang terpaksa terkuak ke media dikarenakan tokoh utamanya bunuh diri. Sementara itu, di "dalam sana" masih sangat banyak kasus-kasus seperti ini terjadi. Saya sebagai anak yang tumbuh di lingkungan pendidikan tidak jarang mendengar dan melihat kejadian-kejadian semacam ini. Dan saya sepakat bahwa ini adalah salah satu kebobrokan pendidikan Indonesia yang masih belum dapat terselesaikan. Kenapa? Karena kasus titip menitip ini bersifat sangat internal dan hanya diketahui oleh beberapa orang saja, sehingga sulit sekali untuk bisa terkuak.

Tapi, sebagai generasi penerus, kita harus membantu pembangunan bangsa ini. Kita harus membantu Indonesia berubah, setidaknya dengan memperbagus kualitas sumber daya manusia yang ada di dalam diri kita sendiri. Jangan biarkan kalimat Tere Liye "Di negeri ujung tanduk, kehidupan semakin rusak. Bukan karena orang jahat semakin banyak, tetapi karena banyak orang yang memilih untuk tidak peduli lagi." menjadi kenyataan.

Pendidikan adalah soal mendidik dan dididik. Pendidikan adalah sebuah hal yang sederhana tapi implikasinya sangat luas. Mungkin menjadi penjaga warnet adalah hal yang sederhana, tapi apakah memiliki implikasi yang seluas pendidikan? Mungkin menjadi barista adalah pekerjaan yang sederhana, tapi apakah implikasinya sebesar pendidikan? Mungkin menjadi driver gojek adalah pekerjaan sederhana yang memiliki implikasi luas, tapi apakah setara dengan luasnya implikasi pendidikan?

Pendidikan tidak sebatas mengajarkan ilmu dan menerima ilmu. Bayangkan ketika kita duduk di bangku sekolah dulu. Di satu sisi, memang guru menyampaikan ilmu kepada kita terkait dengan materi yang harus disampaikan. Namun di sisi lain, apa yang terjadi ketika Anda tidak memperhatikan guru yang sedang mengajar? Atau Anda main HP ketika guru sedang mengajar? Atau Anda tertidur ketika guru sedang mengajar? Anda akan mendapatkan teguran, wejangan, atau bahkan omelan dari guru tersebut, kan? Di saat itulah, kita mendapat pendidikan yang lain selain ilmu yang diajarkan. Di saat itu, kita mendapatkan pendidikan tentang bagaimana cara bersikap yang baik, bagaimana kita harus memiliki adab yang baik ketika belajar. Lalu, bayangkan pula ketika Anda mengajar. Di satu sisi, memang Anda menyampaikan ilmu kepada siswa-siswi yang Anda ajarkan. Namun, di sisi lain, coba perhatikan. Mereka tidak hanya menerima apa yang kita ajarkan ke mereka. Sesungguhnya, mereka juga meniru pola pikir kita dalam menyelesaikan masalah, mereka meniru cara berpikir kita, mereka juga meniru bagaimana cara kita dalam menyelesaikan suatu soal, serta meniru bagaimana cara bersikap kita terhadap mereka.

Lantas, bayangkan ketika kebaikan yang pernah Anda sampaikan saat mengajar mengalir terus di benak siswa-siswi Anda hingga mereka tumbuh dan menjadi dewasa, kemudian mereka sampaikan apa yang dulu Anda sampaikan kepada anak-anak mereka dan akan terus diingat oleh mereka hingga mereka juga tumbuh dewasa kelak dan terus manyampaikannya kepada anak cucu mereka. Perhatikan itu, ketika Anda menyampaikan suatu ilmu yang bermanfaat, ilmu tersebut tidak hanya akan berpengaruh pada kehidupan dunia mereka dan kehidupan duniawi Anda. Tapi, kebaikan tersebut akan mengalir bahkan hingga ketika Anda tidak mampu berbuat apa-apa di alam kubur nanti. Ketika pandangan kita gelap, tidak bisa berbuat apa-apa, yang kita lakukan hanyalah berharap mendapat nikmat kubur, di saat itulah ilmu bermanfaat yang pernah kita sampaikan (tentu saja yang berkaitan dengan kebaikan dalam hal agama, bukan solusi cara marketing atau fisika dasar) akan bermanfaat untuk keselamatan kita di alam kubur.

Lihat? Bagaimana pendidikan yang merupakan sebuah hal yang sederhana mampu memiliki implikasi yang sangat luas, baik bagi kualitas sumber daya yang lebih baik, ataupun sebagai penyelamat bagi kita di kehidupan yang akan datang. Mengajar bukan soal medafatar CPNS, menjadi guru, atau menjadi dosen. Banyak cara bagi kita untuk mengajar kebaikan. Kini dunia sudah sangat digital, kita bisa mengajar melalui tulisan-tulisan kita, mengajar melalui vlog misalnya, atau mengajar melalui group whatsapp, ataupun dengan cara-cara lain. Yang terpenting adalah kita harus mengajar, karena mengajar adalah cara cerdas untuk membuat diri kita bermanfaat, untuk menjadi agen perubahan bangsa, dan sebagai investasi bagi kehidupan yang akan datang yang cepat atau lambat pasti akan kita temui.