Jumat, 07 April 2017

Being a Good Muslim

Saya adalah tipe manusia yang percaya bahwa Islam adalah agama yang lebih ilmiah daripada science, lebih solutif daripada hasil riset manusia tercerdas di muka bumi ini, dan lebih akurat daripada prediksi berbagai ilmu pengetahuan moderen. Saya juga merupakan tipe manusia yang percaya bahwa sifat manusia, apa yang mereka perbuat, dan permasalahan-permasalahan yang terjadi dari zaman ke zaman tidak pernah berubah melainkan selalu sama dan terus berulang. Secara fisik memang bumi ini semakin moderen, bangunan semakin tinggi, tapi di balik itu semua sama sekali tidak ada yang berubah. Contohnya, 1400 tahun yang lalu, manusia menyembah patung sebagai Tuhan mereka dan hari ini pun masih ada yang melakukannya persis seperti yang dilakukan oleh orang-orang terdahulu. Lalu, terkait dengan perzinahan, pada 1400 tahun yang lalu cara-cara yang dilakukannya pun sama seperti yang terjadi hari ini di Indonesia ataupun umumnya di Barat. Para pelacur berzina dengan beberapa orang laki-laki dengan berbagai cara, ada yang mungkin selingkuh dari pasangannya, ada yang memberikan tanda (kode) jika ingin berzina dengan laki-laki, berzina dengan temannya sendiri, atau oleh suaminya diizinkan berzina dengan lelaki lain demi memiliki keturunan lalu ketika sudah hamil dipulangkan lagi kepada suaminya, dll. Bahkan yang lebih parah adalah mengetahui bahwa 1400 tahun yang lalu tidak ada yang namanya homoseksual di wilayah Arab, padahal zaman sebelum kelahiran Rasulullah tersebut di Al Quran disebut sebagai zaman Jahiliyah dimana keburukan dan kemaksiatan banyak terjadi dan sudah seperti budaya dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Homoseksual justru pernah ada sudah jauh terjadi di zamannya Nabi Luth a.s, lalu kembali terjadi hari ini persis seperti apa yang terjadi di zaman Nabi Luth a.s. Semua yang saya tuliskan di atas adalah pola pikir saya yang tidak terbentuk begitu saja sejak lahir atau terbentuk dua-tiga hari saja, itu adalah pola pikir yang terbentuk setelah proses pembelajaran hidup yang saya alami selama bertahun-tahun.

Islam adalah agama yang sudah lengkap, sampai-sampai yang Dzat menciptakan kehidupan ini melarang siapapun untuk berinovasi terhadap Islam itu sendiri. Dari sudut pandang ini seharusnya kita sudah dapat mengerti bahwa sebenarnya Islam adalah aturan-aturan yang sudah sangat pas takarannya untuk diterapkan dan untuk dijalani di kehidupan dunia ini. Lagipula, tahu apa kita dengan kehidupan ini? Bukankah kita hanyalah manusia yang tiba-tiba terlahir dari rahim seorang Ibu yang bahkan kita sendiri tidak pernah meminta untuk dilahirkan di tengah-tengah keluarga kita? Bersyukur karena kita dilahirkan di tengah keluarga yang baik, kaya raya, dan disegani oleh masyarakat sekitar. Tapi, bagaimana bila kita dilahirkan dari rahim seorang Ibu yang cacat misalnya? Hidup miskin? Memiliki ayah yang terlilit hutang? Akankah kita bersyukur?

Pola pikir saya mengajak saya untuk berpegang teguh pada satu asumsi bahwa Allah itu Maha Adil. Asumsi yang menegaskan bahwa Dzat yang menciptakan kita di posisi yang aman saat ini dan menciptakan mereka di posisi yang harus siap mati kapan saja karena ditembaki bom adalah Allah yang tidak pernah pilih kasih ataupun berat sebelah. Sama sekali tidak. Di salah satu postingan saya yang berjudul "Adilkah Allah?" sudah pernah saya sampaikan bahwa Allah itu Maha Adil kepada seluruh ciptaanNya, bahkan Allah itu adil ketika melahirkan kita sebagai seorang muslim sejak lahir dan melahirkan mereka yang bahkan tidak pernah mengenal muslim sebelumnya. Kok bisa? Ya, percaya saja bahwa akan ada satu titik di kehidupan kita dimana Allah menguji keimanan Islam kita pada hal-hal yang membuat kita berpikir ulang tentang kebenaran Islam itu sendiri. Yang membuat kita ragu, pesimis, bahkan memutuskan untuk keluar dari Islam. Dan percaya saja bahwa orang suku Badui yang tidak pernah mengenal kehidupan luar sekalipun, kelak akan ada saat dimana hidayah Islam menyentuh hati mereka dan membuat mereka berpikir apakah ini jalan yang benar atau bukan. Tidak ada yang lebih baik, semuanya sama rata. Bukankah kita sebagai orang muslim terancam untuk menjadi orang fasik atau munafik ketika kita tahu bahwa menutup aurat adalah perintah yang harus ditepati, tapi kita memilih untuk tidak peduli? Bukankah orang munafik derajatnya lebih rendah daripada orang kafir itu sendiri? Bukankah orang munafik kelak dijanjikan akan berada di neraka yang paling rendah?

Maka, jangan heran jika kita hari ini melihat saudara-saudara kita sedang diserbu di Suriah. Jangan heran jika kelak setelah kita wafat dan dibangkitkan, kita melihat Rasulullah menghalangi kita untuk meneguk air dari telaga Kautsar hanya demi untuk mendahulukan orang-orang Syam (Suriah, Palestine, dan sekitarnya). Kenapa kita tidak boleh heran? Karena percaya atau tidak, Rasulullah pernah berbicara tentang ini semua dan begitu pula Dzat yang menciptakan kehidupan ini, Dia pernah berkata tentang keutamaan negeri Syam tersebut. Kurang ilmiah apalagi? Orang mana yang berani menjamin bahwa kelak 1400 tahun yang akan datang, Syam akan dibumihanguskan, Syam akan hancur dan mengatakan bahwa ketika Syam hancur maka itu pertanda bahwa tidak ada keberkahan di tengah umat muslim? Atau dengan kata lain, umat muslim pada saat itu adalah umat muslim yang jelek secara kualitasnya, tidak dekat dengan Al Quran, tidak mengamalkan Al Quran, dan sibuk mempelajari ilmu orang-orang Barat. Siapa manusia yang berani mengatakan itu semua dan terbukti? Tidak akan ada yang berani kecuali orang yang memang diberi petunjuk oleh Dzat yang menciptakan kehidupan ini. Ketika Dia menciptakan bumi dan kehidupan ini semua, maka Dia lah yang paling mengerti apa makna kehidupan ini sebenarnya, bagaimana cara menjalani kehidupan ini dengan baik dan selamat, dan apa yang akan terjadi setelah ini semua.

Ribuan tahun yang lalu, ketika manusia masih belum mengenal satelit, belum mengenal foto, bahkan mungkin ada banyak negara atau pulau yang belum ditemukan. Tapi, ada seorang Ilmuwan muslim yang berhasil menggambar peta persis dengan bentuk pulaunya, lautnya, jalur pelayaran kapalnya, dan bahkan berhasil mengukur bahwa bumi ini melakukan revolusi selama kurang lebih 365 hari. Namun, saya lupa siapa ilmuwan tersebut, kalau tidak salah bernama Al Idrisi dan petanya masih disimpan di salah satu museum di Italy. Lalu, ada pula ilmuwan Islam yang dengan lancang berkata bahwa "Saya bisa belajar kedokteran secara otodidiak." disaat kita hari ini mebayar mahal-mahal untuk bisa berkuliah kedokteran, untuk mempelajari ilmu kedokteran di universitas-universitas terkemuka. Ilmuwan tersebutlah yang sekarang kita kenal sebagai orang yang memang sangat ahli dan namanya pun masih sangat harum menghiasi dunia kedokteran. Beliau adalah Ibnu Sina. Lantas pertanyaannya adalah, dari mana Al Idrisi dapat menggambar peta sedemikian detilnya tanpa pernah melihat bumi secara keseluruhan dan dari mana Ibnu Sina mampu menyembuhkan penyakit tanpa pernah kuliah kedokteran? Dari Al Quran, bung. Hanya dari Al Quran. Saya pun kaget, bagaimana bisa. Maksud saya, ya tentu saja bisa, tapi bagaimana bisa manusia dengan kualitas seperti kita yang hidup di zaman ini mampu menyaingi mereka semua? Masya'Allah.

Dengan demikian, melalui berbagai hal yang telah saya sampaikan di atas, saya hanya ingin meyakinkan seluruh umat islam hari ini bahwa kita berada di jalan yang benar. Apa yang kita genggam adalah Al Quran yang sudah dijanjikan oleh Dzat yang menciptakan kehidupan ini bahwa Dia sendirilah yang akan menjaga Al Quran, bukan kita, bukan siapapun. Maka, kasarnya, percayalah ketika kita tertidur pulas sekalipun dan tidak ada lagi manusia yang meyakini Al Quran, sedangkan Al Quran itu sendiri pada saat yang bersamaan akan dihancurkan oleh orang-orang dzalim, percayalah bahwa Allah tetap akan menjaga Al Quran tersebut tanpa harus membangunkan kita dari tidur pulas kita. Jangan pernah ragu untuk berpegang teguh pada Al Quran, jangan pernah ragu untuk belajar Al Quran, jangan pernah malu untuk mengamalkan Al Quran, jangan pernah takut untuk menyampaikan kebenaran Al Quran, karena kebenaran ada di pihak kita. Dan selama kita berada di pihak yang benar, separah apapun penderitaan kita, tidak akan ada yang tersisa kecuali balasan dari Dzat yang tidak pernah tidur, balasan dari Dzat yang selalu memperhatikan setiap detik penderitaan yang kita rasakan, balasan yang merupakan sebaik-baik balasan, balasan yang jauh lebih baik dibandingkan harta kekayaan di dunia ini, balasan yang jauh lebih indah daripada wanita tercantik di dunia ini, balasan yang jauh lebih enak daripada makanan dan fasilitas terenak di muka bumi ini. Balasan tersebut adalah Surga, dimana segala kenikmatan terbaik yang ditawarkan dunia ini kepada kita tidak akan lebih daripada 1/10 kenikmatan di Surga kelak.

Kalau kata Muhammad Ali, "Suffers now, and live the rest of your life as a Champion.". Maka, belajarlah, sama-sama kita pahami Islam kita, sama-sama kita pelajari Al Quran kita, agar kita tidak dipecah belah lagi oleh syeitan-syeitan yang memanfaatkan kedangkalan pengetahuan kita. Agar setelah semua yang kita lalui, pada akhirnya kita tahu mana yang benar dan mana yang salah, dan kita pada akhirnya meninggalkan segala kesalahan kita di masa lalu, move on untuk menjadi manusia yang lebih baik, tanpa peduli pandangan orang lain. Karena cukuplah semua alasan ini membuat kita membuka mata bahwa hari ini kita memijak bumi yang sama dengan mereka yang dibom di Suriah, kita memijak bumi yang sama dengan mereka yang memiliki sejuta alasan untuk deserve surga lebih jauh daripada kita. Tapi, tidak maukah kita bersama-sama mereka masuk ke SurgaNya? Percayalah, itu adalah kemenangan yang sesungguhnya.

Ditulis oleh Adhita Prananda
di McDonalds
Malioboro Mall, Yogyakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar