Kamis, 09 Maret 2017

Positioning Umat Islam

Di hari Jumat ini, seiring dengan Raja Salman yang telah berkunjung ke Indonesia, seiring dengan kondisi umat muslim Indonesia yang juga sedang bergejolak setelah adanya kasus penistaan agama oleh seorang oknum, seiring dengan kondisi Indonesia dimana mayoritas penduduknya merupakan muslim, saya tertarik untuk menulis mengenai posisi umat Islam saat ini berdasar pada sabda Rasulullah dan analisis para ulama (yang sejauh ini saya ketahui).

Pertama, mari kita kaji terlebih dahulu sabda Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam:
“Adalah Kenabian (nubuwwah) itu ada di tengah-tengah kamu sekalian, yang ada atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya apabila Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada Khilafah yang menempuh jejak kenabian (Khilafah ‘ala minhajin nubuwwah), yang ada atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya apabila Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada Kekuasaan yang menggigit (Mulkan ‘Aadhdhon), yang ada atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya apabila Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada Kekuasaan yang memaksa (diktator) (Mulkan Jabariyah), yang ada atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya, apabila Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada Khilafah yang menempuh jejak Kenabian (Khilafah ‘ala minhajin nubuwwah). Kemudian beliau (Nabi) diam.” (Musnad Ahmad, Juz IV, hlm, 273, nomor hadits 18.430. Hadits ini dinilai hasan oleh Nashiruddin Al Albani, Silsilah Al Ahadits Al Shahihah, 1/8; dinilai hasan pula oleh Syaikh Syu’aib Al Arna’uth, dalam Musnad Ahmad bi Hukm Al Arna’uth, Juz 4 no hadits 18.430; dan dinilai shahih oleh Al Hafizh Al ‘Iraqi dalam Mahajjah Al Qurab fi Mahabbah Al ‘Arab, 2/17). 

Hadits tersebut sebelumnya pernah saya baca di salah satu tulisan Ustadz Budi Ashari (seorang lulusan Ilmu Hadits Universitas Islam Madinah) di website ini sekitar 4 tahun yang lalu. Namun, website tersebut telah banyak sekali berubah dan saya tidak lagi dapat menemukan tulisan tersebut. Maka, saya ambil kembali teks tersebut di website ini. Jika di antara pembaca ada yang keberatan dengan website yang saya jadikan rujukan atau tempat mengambil hadits tersebut, tidak masalah dan silakan dicari di buku atau website lain yang menurut pembaca lebih terpercaya. Bagi saya, yang terpenting adalah bunyi/teks haditsnya itu sendiri dan memang hanya itu yang saya ambil dari website tersebut, tanpa adanya sedikitpun tambahan analisis dari website yang sama atau website lainnya.

Sebelum saya mengkaji bunyi/teks hadits tersebut, saya akan mengkaji dulu tingkat kebenaran haditsnya. Perlu diketahui bahwa hadits merupakan ucapan, perbuatan, dan hal-hal lain yang secara langsung berasal dari Rasulullah. Kita tahu bahwa Rasulullah wafat di tahun 11 Hijriyah yang berarti sudah lebih dari 1400 tahun yang lalu. Selama 1400 tahun ke belakang, dari mulai zaman para sahabat yang mendengar atau melihat ucapan dan perbuatan Beliau secara langsung, disampaikan turun temurun hingga sampai kepada kita hari ini. Maka, jelas sekali ada banyak kemungkinan hadits tersebut tidak lagi valid kebenarannya. Karena di sepanjang 1400 tahun tersebut, tentunya ada orang-orang yang dengan sengaja ataupun secara tidak sengaja lupa terhadap bunyi hadits tersebut, atau bahkan memalsukannya. Dan Islam sangat tegas dalam hal ini. Itulah mengapa, dalam Islam sangat penting keterangan siapa yang meriwayatkan hadits tersebut, track record orang yang meriwayatkan hadits tersebut, termasuk siapa ulama yang menyatakan hadits tersebut shahih atau tidak, dan track record-nya. Apabila track record-nya buruk, maka pastilah hadits tersebut diragukan. Begitupun sebaliknya.

Dari sekian banyak prawi hadits dan ulama yang menilai kekuatan hadits di atas, saya menggaris bawahi salah seorang ulama yang merupakan ahli ilmu dan sangat disegani di antara para ulama. Beliau adalah Syeikh Nashiruddin Al Albani, biografi lebih jelasnya dapat pembaca lihat di sini. Beliau adalah rujukan yang (bisa dikatakan) paling terpercaya. Namun, bukan berarti beliau maksum (tidak memiliki kesalahan), karena hanya Rasulullah saja di dunia ini yang maksum. Bagaimanapun, seorang ulama tetap saja memiliki kesalahan termasuk seorang Nashiruddin Al Albani yang rujukannya adalah yang paling dipercayai dan direkomendasikan oleh kebanyakan ulama saat ini. Maka, dalam konteks hadits yang telah saya tulis di atas, di sana tertuliskan "...Hadits ini dinilai hasan oleh Nashiruddin Al Albani..." yang berarti hadits tersebut hasan alias kuat/benar walaupun tingkatannya masih di bawah shahih (sangat terjamin).

Setelah kita mengatahui bahwa hadits tersebut telah dihasankan oleh Syeikh Nashiruddin Al Albani, sekarang mari kita mulai mengkaji. Inti dari hadits tersebut adalah menginformasikan kepada kita bahwa ada 5 fase zaman yang akan berlalu sejak masa kenabian Rasulullah Shalallahu 'Alaihiwasallam. Kelima fase tersebut, terdiri dari: (i) Nubuwwah (Sistem Kenabian), (ii) Khilafah 'Ala Minhajin Nubuwwah (Khilafah di atas Sistem Kenabian), (iii) Mulkan 'Aadhdhon (Kerajaan yang Menggigit), (iv) Mulkan Jabariyah (Kerajaan yang Diktator), (v) Khilafah 'Ala Minhajin Nubuwwah (Khilafah di atas Sistem Kenabian).

1. Nubuwwah

Fase pertama merupakan saat dimana umat Islam berada di bawah kepemimpinan Rasulullah sebagai manusia utusan Allah. Di masa itulah, umat Islam menganut sistem kenabian atau sistem pemerintahan yang secara langsung dirancang oleh Rasulullah yang juga secara langsung dibimbing oleh Allah. Kemudian di dalam hadits tersebut, Rasulullah mengatakan: "...Kenabian (nubuwwahitu ada di tengah-tengah kamu sekalian, yang ada atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya apabila Dia berkehendak mengangkatnya...". Jika kita perhatikan, di sana terdapat kalimat "..kemudian Allah mengangkatnya apabila Dia berkehendak...". Maka, kita dapat menyimpulkan bahwa fase ini resmi berakhir ketika Allah mengehendaki Rasulullah wafat pada tahun 11 Hijriyah.

2. Khilafah 'Ala Minhajin Nubuwwah

Fase kedua Rasulullah menyebutnya dengan nama "..Khilafah 'Ala Minhajin Nubuwwah..", yang artinya Khilafah di atas manhaj Nubuwwah (Sistem Kenabian). Kalimat tersebut secara implisit mendorong kita untuk mengerti bahwa Khilafah yang dibangun pada saat itu merupakan kepemimpinan yang berlandaskan sistem kenabian. Artinya, sistem kenabian pada saat itu sudah kokoh berdiri dan diterapkan oleh umat Islam pada fase tersebut, lalu barulah hadir Khilafah yang menggantikan posisi kepemimpinan umat Islam yang sebelumnya diduduki oleh Rasulullah Salallahu 'Alaihi Wasallam. Secara bahasa, kata Khilafah berasal dari huruf Kha, Lam, dan Fa memiliki arti "pengganti". Arti kata tersebut saya dapatkan dari ceramah Ustadz Budi Ashari (selaku orang yang mengerti berbahasa arab) dan sumber lain yang dapat pembaca lihat di sini. Maka, penting bagi kita untuk mengetahui arti sebenarnya dari kata Khilafah. Khilafah artinya adalah pengganti, bukan pemimpin. Maka, jelas ketika di fase tersebut, umat Islam seringkali menyebut pemimpinnya dengan sebutan Khilafatu Rasulillah yang artinya Pengganti Rasulullah.

Di hadits yang lain, dalam Musnad Imam Ahmad hadits no. 4029. Rasulullah pernah bersabda:
“Khilafah kenabian itu (bertahan) selama 30 tahun kemudian Allah mendatangkan raja-raja kepada yang dikehendaki.". Setelah mengetahui hadits ini, ada baiknya jika kita menguji kebenarannya agar kita semakin yakin bahwa apa yang diucapkan Rasulullah adalah kebenaran. Bukan sembarang kalimat, melainkan wahyu.

Kita bersama sudah mengetahui bahwa Rasulullah lahir dan wafat di bulan yang sama, yaitu di bulan Rabi'ul Awwal. Maka, jika Rasulullah wafat pada Rabi'ul Awwal tahun 11 Hijriyah, fase kedua ini berakhir (seharusnya) pada bulan Rabi'ul Awwal tahun 41 Hijriyah. Namun, kenyataan yang terjadi pada saat itu adalah Khalifah terakhir umat Islam, Ali bin Abi Thalib, wafat pada bulan Ramadhan tahun 40 Hijriyah. Jika kita hitung berdasarkan tahun, sebenarnya sudah terhitung 30 tahun sejak masa awal Khilafah. Namun, jika kita hitung berdasarkan bulan, ternyata masih butuh 6 bulan untuk menggenapkan 30 tahun sekaligus untuk membuktikan bahwa kalimat yang dikatakan Rasulullah adalah kebenaran. Lantas, apa yang terjadi pada Rabi'ul Awwal tahun 41 Hijriyah? Yang terjadi pada saat itu adalah Hasan bin Ali (pemegang kepeminpinan umat Islam sementara) menyerahkan kepemimpinan umat Islam kepada Mu'awiyah r.a. Pada saat itulah masa yang tercatat dalam sejarah Islam dengan sebutan 'Aamul Jama'ah atau Tahun Persatuan. Kenapa disebut Tahun Persatuan? Karena saat itu adalah momen dimana umat Islam bersatu setelah kurang lebih 10 tahun bertikai antar sesama muslimin.


Setidaknya ada dua poin dari kisah ini. Yang pertama, jni membuktikan bahwa kalimat yang diucapkan Rasulullah adalah murni wahyu, bukan sembarang kata-kata. Yang kedua, ini adalah bagian dari sejarah yang akan membingungkan orang-orang Syiah. Kenapa? Karena Syiah mengangung-agungkan Hasan dan meng-kafirkan Muawiyah. Jika memang Muawiyah adalah orang kafir, lantas bagaimana Hasan bin Ali, seorang yang cerdas dan telah dijanjikan sebagai pemimpin para pemuda di Surga, bisa memberikan kekuasaan Islam ke orang kafir? Hanya orang tolol yang akan melakukan hal tersebut. Bahkan kita saja yang hidup saat ini tidak diperbolehkan memilih pemimpin non Islam. Maka, ini adalah pertanyaan yang akan membuat orang-orang Syiah kebingungan.


3. Mulkan 'Aadhdhon

Mulai dari fase ini, Rasulullah tidak lagi menyebutnya dengan kata "Khalifah", melainkan berganti menjadi kata "Mulk" yang artinya Raja. Fase ini dimulai dengan kepemimpinan Muawiyah sebagai Raja umat Islam yang pertama. Walaupun pada kenyataannya umat Islam banyak yang menyebut pimpinannya sebagai Khalifah, itu tidak masalah dan tidak aneh. Kurang lebih sama seperti kita menyebut dosen dengan panggilan guru. Jadi, itu hanya masalah penyebutan saja. Di balik itu, tetap yang benar adalah bagaimana Rasulullah menyebut fase itu dengan kata "Mulk".

Fase ini dimulai sejak awal kepemimpinan Muawiyah dimana selama 20 tahun Muawiyah memimpin umat Islam, itu merupakan masa-masa terbaik ysng oernah dialami umat Islam setelah kurang lebih 10 tahun bertikai. Umat Islam kembali hidup dalam kedamaian, ketentraman, dan kembali berfokus untuk memperkokoh kejayaan dengan melebarkan sayapnya hingga ke seluruh penjuru dunia. Fase yang disebut sebagai Mulkan 'Aadhdhon atau Kerajaan yang Menggigit ini bukan berarti selalu dipimpin oleh para Raja yang zalim. Di dalamnya, banyak juga para Raja yang adil dan sukses memperluas wilayah kekuasaan Islam. Hanya saja, tidak seperti fase sebelumnya yang berakhir dalam waktu 30 tahun, Rasulullah tidak menyebutkan kapan fase ini berakhir atau berapa lama fase ini berlangsung. Namun, jika ditakar berdasarkan kekuasaan umat Muslim pada saat itu, maka dapat dikatakan bahwa fase ke-3 ini resmi berakhir pada tahun 1924 Masehi. Tepatnya, ketika Raja Kemal Pasha yang merupakan seorang Yahudi tulen menjadi pemimpin Turki Utsmani.


Saya ingat betul tentang sosok Mustafa Kemal Pasha ketika saya membacanya di buku sejarah dan buku agama islam di kelas XI SMA lalu. Sejak saat itulah saya merasa ada yang aneh. Di buku sejarah, beliau diagung-agungkan dengan gelar Atta Turk karena telah membawa Turki dari zaman yang tradisional menuju ke era Modernisasi. Sedangkan di buku Agama Islam justru dicaci karena dialah sosok yang menghancurka Turki, lebih tepatnya kerajaan Turki Utsmani yang merupakan salah satu kerajaan Islam terbesar.


4. Mulkan Jabariyah

Tadi sudah saya tuliskan bahwa fase Kerajaan yang Menggigit resmi berakhir seiring dengan dipegangnya kepemimpinan kerajaan Turki Utsmani di tangan seorang Yahudi, Mustafa Kemal Pasha. Maka, sejak saat itu hingga detik ini, dunia ini dalam segala hal dipimpin oleh aturan Yahudi, baik itu pendidikan, hukum, ekonomi, politik, sosial, dan lainnya.

Pada fase ini, dunia dipimpin oleh pemimpin-pemimpin yang "bertangan besi" atau otoriter. Kita sudah dapat merasakannya sendiri ini terjadi di Indonesia. Walaupun tidak semua masa yang pernah dilewati bangsa ini adalah kelam, tapi kita sempat merasakan bagaimana sosok otoriter memimpin negeri ini, yaitu ketika kita dipimpin oleh Presiden Soeharto. Di saat yang sama, di wilayah bumi yang lain, Suriah dipimpin oleh rezim Syiah Bashar Al Assad yang tidak kalah otoriternya. Hari ini pun kita bisa mendengar betapa pembantaian besar-besaran terjadi di Suriah dilakukan oleh pasukannya. Sedangkan di balik itu semua, dunia ini dikontrol oleh negeri kafir superpower, Amerika Serikat, dan semua negara di seluruh dunia pun banyak yang mengikuti cara kepemimpinan negeri kafir tersebut.


Kenapa otoriter? Kenapa bertangan besi? Di Indonesia dan di berbagai belahan dunia lainnya, demokrasi menjadi sistem kepemimpinan yang diterapkan. Dan Amerika sebagai contoh negara demokrasi sangat senang akan hal itu. Misalnya, ketika Indonesia berhasil menjalankan pemilu dan memilih seorang pemimpin sesuai dengan hasil pemilu, maka Amerika memuji kita atas kedamaian dan keindahan proses demokrasi yang telah kita jalankan. Sedangkan di sisi lain, ketika Palestina yang merupakan negara Islam menuruti kemauan pemimpin dunia hari ini dengan menerapkan pemilu di negaranya. Lalu, Hamas resmi memenangkan pemilu tersebut dengan persentase suara terbanyak. Tapi, kemudian Amerika dengan lancang menolak hasil pemilu tersebut dan menyampaikan bahwa proses demokrasi di Palestina resmi mengangkat kaum teroris sebagai pemenang, maka kami menolaknya.


Memandang fase ini sebaiknya tidak hanya lewat satu sisi. Tapi, kita sebaiknya juga melihat dari kondisi keimanan muslimin hari ini. Maka, kita akan tahu bahwa sebenarnya kita layak untuk jatuh sampai detik ini.


Kondisi umat Islam saat ini, silakan kita tengok ke diri kita masing-masing. Sejak, 1924 lalu hingga hari ini, jika keimanan umat Islam kita ibaratkan sebuah grafik, maka akan kita lihat bahwa grafik keimanan umat Islam ini sangat turun dan berada jauh di bawah. Umat islam hari ini meninggalkan Al Quran, padahal di sepanjang sejarah, umat Islam selalu berhasil ketika dekat dengan Al Quran. Umat Islam hari ini tersilaukan dengan peradaban barat. Padahal kita sudah tahu bahwa sejak dulu, Romawi, merupakan imperium besar. Tapi, sepanjang sejarah umat Islam tidak pernah tersilaukan dengan kemegahan imperiumnya. Rasulullah sendiri pun tidak pernah sekalipun melakukan "studi banding" dengan orang-orang kafir untuk mempelajari bagaimana cara membangun peradaban yang besar seperti peradaban Romawi saat itu. Namun, Rasulullah hanya mengkaji dan mempelajari isi Al Quran dan umat Islam pun berhasil menaklukan imperium-imperium besar tersebut.


Lalu, pertanyaan selanjutnya adalah apakah hari ini umat Islam grafiknya keimanannya masih rendah? Ya, tapi apakah marak orang-orang membicarakan Khilafah pada 20 tahun yang lalu? Saya ketika berdiskusi dengan Ayah saya, seringkali beliau menceritakan betapa jahiliyahnya kehidupan di era 60-70an. Ketika itu di Indonesia masih dihalalkan berjudi, bahkan ada lotre di tingkat nasional dan di setiap kota atau provinsi pun ada. Ayah saya bercerita tentang bagaimana di hari raya Idul Fitri (Lebaran), bir disuguhkan menjadi salah satu minuman ketika sedang berkumpul bersama keluarga besar. Kelam sekali jika kita lihat bagaimana kondisi umat Islam 20-50 tahun yang lalu. Lalu, sekarang kita sendiri bisa merasakan bagaimana kondisi umat Islam mulai membaik. Mulai banyak yang menyebut-nyebut Mahdi, mulai banyak yang sadar untuk berhijab, mulai banyak yang menyebut-nyebut Khilafah. Lantas, pertanyaannya, kenapa bisa berubah seperti ini? Apa yang telah umat Islam lakukan sehingga banyak orang yang mulai mengenal Islam dan menyebut-nyebut Khilafah? Maka saya berani menjawab: karena sudah tiba masanya.


Maka, keimanan umat Islam saat ini jika digambarkan dengan grafik, sudah mulai menaik dan tidak serendah 20-60 tahun yang lalu. Dengan kata lain, titik terendah umat Islam itu telah dilewati, yang saat ini kita lalui adalah grafik keimanan yang kini mulai naik. Lantas, kenapa naik? Memang ada apa sehingga keimanan umat Islam kini mulai naik? Karena yang ada dihadapan kita saat ini bukanlah kiamat, melainkan Khilafah 'Ala Minhajin Nubuwwah.


Dr. Aidh Al Qarny, seorang penulis yang merupakan lulusan ilmu hadits dan sangat handal dalam bidang hadits, pernah diwawancarai terkait pendapatnya tentang orang-orang yang mulai banyak mengaku sebagai Imam Mahdi, termasuk seseorang yang mengambil microfone di Masjidil Haram dan berteriak mengaku dirinya adalah Mahdi. Lalu, beliau menjawab dengan singkat bahwa ini bukan zamannya Mahdi datang. Perhatikan bagaimana orang berilmu menjawab pertanyaan tersebut. Perhatikan. Jika banyak orang yang mengatakan, "dunia ini mulai rusak, banyak perzinahan, danau ini dan itu mulai mengering, di arab mulai ada salju, maka ini adalah pertanda kiamat sebentar lagi akan tiba", maka ia perlu mengkaji ulang hadits tersebut. Memang banyak hadits yang mengatakan berbagai macam tanda hadirnya kiamat, tapi ulama tidak pernah menjadikan satu hadits sebagai satu-satunya rujukan, lalu kemudian menarik kesimpulan berdasarkan satu hadits tersebut. Yang dilakukan ulama adalah mengumpulkan berbagai hadits dari berbagai sumber, lalu menari kesimpulan dari hadits-hadits tersebut. Jadi, jangan hanya karena satu hadits, lalu kita menyimpulkan kiamat akan hadir besok atau lusa. Sejak dulu pun Rasulullah sudah menyampaikan bahwa kiamat itu dekat sambil mengisyaratkan dengan dua jarinya yang ditempel rapat. Jadi, sudah sejak dulu kiamat itu dekat.


Rasulullah menyampaikan salah satu ciri kehadiran kiamat di dalam salah satu hadits,

“Akan berbunuh-bunuhan dekat tempat simpanan Ka’bah tiga abang adik. Semuanya adalah anak-anak  khalifah. Kemudian tidak seorang pun antara mereka yang dapat (harta itu atau menjadi khalifah). Kemudian muncullah Panji-panji Hitam dari sebelah Timur, lalu mereka akan membunuh kamu semua dengan satu pembunuhan (yang paling dahsyat) yang belum pernah dilakukan oleh mana-mana kaum pun.” Kemudian baginda menyebutkan sesuatu yang saya tidak berapa ingat. Kemudian baginda bersabda, “Maka apabila kamu semua melihatnya, hendaklah kamu segera berbaiat kepadanya  walaupun terpaksa merangkak di atas salju kerana di sisinya adalah Khalifah Allah, yaitu Imam Mahdi.” (HR Ibnu Majah)

Setelah membaca hadits tersebut, jawab pertanyaan saya. Siapa Khalifah umat Islam hari ini? Barack Obama? Joko Widodo? Raja Salman? Tidak ada Khalifah Islam hari ini. Maka, yang benar dalam menyikapi positioning umat Islam hari ini adalah bahwa kita memang benar masih berada di fase ke-4 dari 5 fase yang Rasulullah sebutkan. Adapun secara grafik, kita mulai berada di akhir fase ke-4 alias kita mulai meninggalkan fase ke-4 tersebut seiring dengan semakin naiknya grafik keimanan umat Islam dari hari ke hari. Grafik itu akan terus menaik hingga puncaknya hadir menyentuh fase Khilafah 'Ala Minhajin Nubuwwah (fase kabangkitan Islam).


Pertanyaan yang layak ditanyakan selanjutnya adalah, apa yang harus kita lakukan dan persiapkan untuk mencapai fase ke-5 tersebut? Yang harus kita lakukan bukanlah bersedih dan mengeluh setiap hari. "Ampun deh, ini hidup kok begini banget", "kok riba merajalela banget sih", "duh, ini negara jijik banget sih banyak banget koruptor", cukup sudah mengeluh dan bersedih hatinya karena itu hanya akan melelahkan diri kita sendiri tanpa menghadirkan solusi. Zaman ini memang sudah rusak dan memang banyak hal yang sudah seringkali dikeluhkan oleh masyarakat. Tapi, di sisi lain, kita harus berhenti mengeluh tanpa menghadirkan solusi. Kita perlu untuk memandang zaman ini dari sudut pandang lain. Kita perlu memandang dengan sedikit optimis bahwa justru dari diri kita sendiri lah akan muncul generasi-generasi anak cucu kita kelak yang mengenal Al Quran dan menerapkan Al Quran dalam kehidupannya.


Islam akan terus membaik, grafik keimanan umat Islam akan terus meningkat, dan kebangkitan Islam cepat atau lambat akan hadir. Maka, apakah kita akan membantu menghadirkannya, berbaris di barisan kebangkitan Islam, atau justru tidak peduli dan memilih untuk hidup dengan sistem peradaban barat, itu semua tidak akan mempengaruhi hadirnya kebangkitan Islam. Dengan kata lain, mau kita peduli atau tidak, mau kita berpartisipasi atau tidak, kebangkitan Islam akan hadir. Kenapa? Karena memang sudah saatnya hadir dan itu sudah dijanjikanl. Sama seperti kenapa tiba-tiba belakangan ini mulai banyak yang membicarakan Khilafah sedangkan tidak ada satupun yang membicarakan Khilafah pada 20-60 tahun yang lalu? Mulai banyak umat Islam yang tergerak hatinya ketika Islam dihina? Karena ini sudah saatnya. Sudah tiba waktunya untuk bangkit. Maka, justru yang menjadi objek pertanyaan bukanlah kebangkitan Islam lagi, melainkan diri  kita sendiri. Apakah kita akan menjadi penonton saja, ataukah kita mau berpartisipasi menghadirkan generasi emas tersebut? Itu semua ada di tangan kita sendiri.


5. Khilafah 'Ala Minhajin Nubuwwah

Kalimat yang Rasulullah gunakan untuk menyebut fase ke-5 ini persis dengan apa yang Rasulullah gunakan untuk menyebut fase ke-2. Sedangkan kita tahu sendiri bahwa fase ke-2 merupakan era dimana Islam dipimpin oleh para Khalifah sekelas Abu Bakar Ash Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Di era tersebut pun masih banyak sahabat-sahabat lain yang tidak kalah hebat yang masih hidup. Mereka semua adalah hasil didikan Rasulullah secara langsung. Maka, ketika Rasulullah menyebut fase ke-5 ini dengan sebutan yang persis dengan fase ke-2 lalu, seharusnya kualitasnya umat Islam pun sama seperti di era Khilafah tersebut.

Lantas, bagaimana tentang konsep Khilafah yang benar untuk fase ke-5 ini? Apakah kelompok-kelompok Islam yang ada di luar sana dan mengaku telah mengangkat Khalifah itu benar?

Untuk menjawab ini, sebenarnya dari kalimat Rasulullah saja kita sudah bisa menjawab apakah yang dilakukan oleh kelompok-kelompok radikal tersebut benar atau tidak. Rasulullah menyebut fase ini persis dengan fase ke-2 lalu, Khilafah 'Ala Minhajin Nubuwwah. Artinya, sebelum memunculkan Khalifah, ada satu tugas yang harus dilakukan umat Islam, yaitu menerapkan Minhaj Nubuwwah alias sistem Nubuwwah. Dan sistem Nubuwwah tidak akan bisa diterapkan jika kita masih berpegang teguh dengan konsep-konsep Yahudi, Nasrani, atau konsep lainnya selain konsep Islam.

Gunakan logika sederhana saja. Bagaimana mungkin kita dapat pergi ke Roma misalnya jika kendaraan yang kita gunakan malah membawa kita menuju Swedia? Untuk pergi ke Roma, kita tentunya harus menggunakan kendaraan yang mampu membawa kita ke Roma. Maka, bagaimana bisa kita mencapai kebangkitan Islam jika sistem yang kita gunakan bukan sistem Nubuwwah (sistem kenabian) yang mampu mengantarkan kita ke fase 5?

Yang dimaksud sistem nubuwwah adalah sistem atau aturan dalam menjalani kehidupan yang didasarkan pada Al Quran dan hadits. Sufah dijelaskan bahwa fase pertama, Nubuwwah, artinya fase dimana Islam berjalan berdasarkan sistem yang diajarkan langsung oleh Nabi Muhammad. Maka, sistem Nubuwwah adalah sama, yaitu sistem yang bergerak berdasarkan apa yang diajarkan oleh Nabi Muhammad. Lantas, bagaimana kita dapat menjalankan sistem yang sesuai dengan ajaran Nabi Muhammad? Jawabannya, yaitu dengan mempelajari kembali Al Quran dan Hadits, karena Rasulullah tidak mewariskan kepada kita apapun kecuali Al Quran dan Hadits.

Lalu, apakah kita harus mengasingkan diri? Membuat kelompok sendiri dan menjauh dari masyarakat sebagaimana yang dulu Rasulullah lakukan dengan melakukan hijrah ke Madinah. Jawabannya tidak. Dulu Rasulullah melakukan hijrah ke Madinah dengan banyak pertimbangan besar. Diantaranya karena terdapat siksaan yang terus menerus dilancarkan ke umat Islam dan hal-hal negatif lainnya yang dilakukan penduduk Makkah kepada umat Islam. Postingan ini tidak akan membahas hal itu karena itu layak untuk dijadikan pembahasan tersendiri. Namun, bila saat ini kita memutuskan untuk hidup damai dengan cara mengucilkan diri menjauh dari masyarakat, itu sama saja kita melanggar sabda Rasulullah:


Seorang mukmin yang bergaul di tengah masyarakat dan bersabar terhadap gangguan mereka, itu lebih baik dari pada seorang mukmin yang tidak bergaul di tengah masyarakat dan tidak bersabar terhadap gangguan mereka” (HR. At Tirmidzi 2507, Al Bukhari dalam Adabul Mufrad 388, Ahmad 5/365, syaikh Musthafa Al ‘Adawi mengatakan hadits ini shahih dalam Mafatihul Fiqh 44).

Di fase inilah umat Islam mencapai kejayaannya setelah sekian lama bumi ini rusak dibawah kepemimpinan orang-orang kafir. Setelah itu barulah umat Islam kelak perlahan mulai jatuh lagi. Salah satu ciri jatuhnya umat Islam ditandai dengan adanya pertikaian 3 orang anak Khalifah yang berebut harta, seperti hadits yang sudah saya tuliskan di atas. Di saat itulah, akan datang yang biasa kita dengar dengan nama Dajjal, dan Mahdi juga akan hadir sebagai pemimpin umat Islam. Barulah saat itu, kiamat akan terjadi.

Kesimpulan

Melalui tulisan ini, saya ingin menggambarkan dimana posisi umat Islam saat ini, apa yang telah umat Islam lewati, dan apa yang ada di hadapan umat Islam hari ini. Melalui tulisan ini, saya ingin mengajak para pembaca untuk tidak terlalu tersilaukan dengan berbagai gemerlap dunia dan segala kebesaran imperium barat hari ini. Karena dalam sejarah, Romawi memang selalu digambarkan dengan sebuah imperium besar. Tapi, Islam dengan kesederhanaannya selalu mampu menaklukkan Romawi, bahkan oleh pasukan yang dipimpin oleh seorang anak berusia 18 tahun, Usamah bin Zaid.

Ucapan Rasulullah melalui hadits ini sudah cukup untuk membuktikan bahwa lisan Beliau adalah wahyu yang telah terbukti sebegitu detilnya di fase-fase sebelumnya. Maka, apa yang terjadi ke depan tidak akan lepas dari apa yang telah dikatakan beliau di hadits ini. Ke depan, Islam akan terus membaik hingga mencapai puncaknya di fase ke-5. Apakah kita akan turun membantu menghadirkan fase ke-5 itu atau justru hanya duduk sebagai penonton, fase itu akan tetap hadir. Tapi, sekali lagi, tidak ada satupun orang yang memilih untuk diam saja sedangkan ia mampu berbuat, kecuali orang tolol.


Maka, mari kita ubah persepsi kita tentang Islam hari ini. Pandangan buruk kita tentang "diri kita sendiri", tentang Islam yang ada di sanubari kita, adalah pandangan yang terbangun melalui stigma-stigma negatif yang dilancarkan orang-orang kafir. Mereka yang memimpin bumi hari ini dengan cara yang mereka kehendaki, dengan cara "terserah" mereka. Maka, tuduhan-tuduhan teroris yang disasarkan ke umat Islam pun adalah bagian dari "ke-terserah-an" mereka dalam memimpin bumi ini.


Jika di antara pembaca ada yang pernah merenungi apa makna hidup sesungguhnya, apakah memang hidup itu menyuruh kita untuk bergerak berlarian berdesak-desakan setiap harinya hanya untuk mencari uang? apakah hidup menyuh kita untuk kuliah hingga mendapatkan gelar Ph. D di Eropa atau Amerika? apakah hidup menyuruh kita untuk tertekan karena khawatir tidak diterima di perusahaan ternama? apakah hidup menyuruh kita untuk berusaha mati-matian menjalankan perusahaan demi uang? apakah hidup hanya sebatas untuk uang? uang yang kita dapatkan dengan bekerja seharian dan kita tabung berhari-hari untuk berlibur dan merealisasikan nafsu hiburan kita? apakah hidup hanya sebatas dan sesempit itu? Renungkanlah. Tanyakan kepada zat yang menciptakan kita. Apa makna kita diciptakan?


Tulisan ini bermaksud untuk memaparkan bahwa tugas kita sesungguhnya adalah menjalani apa yang diperintahkan pencipta kita. Termasuk ketika pencipta kita meminta kita untuk berlaku baik terhadap bumi ciptaaNya. Maka, Islam sebagai agama yang Allah bimbing dan Allah ridhoi, melalui orang-orang yang beruntung berada di agama ini, sudah saatnya untuk kembali mengambil alih bumi ini dari tangan orang-orang yang merusak. Sudah saatnya bumi ini kembali diambil alih oleh orang-orang yang berada di bawah bimbinganNya, yang taat menjalankan perintahNya, yang mengerti apa sebenarnya peran dan kewajiban manusia hidup di muka bumi ini, dan memahami bahwa bumi ini hanyalah tempat singgah sementara sedangkan setiap apa yang kita lakukan apakah itu ikut-ikutan, apakah kita mengetahui halal-haramnya ataupun tidak, akan tetap ditanyakan dan dimintai pertanggungjawaban tentang apa yang selama ini sebenarnya diamanahkan kepada kita. Pikirkan sebelum terlambat.




***

Ditulis oleh Adhita Prananda
di Perpustakaan FEB UGM dan Klitren Lor
Daerah Istimewa Yogyakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar