Jumat, 19 Agustus 2016

Adilkah Allah?

Saya merasa bahwa Allah itu Maha Adil. Terlepas apakah kalimat tersebut adalah sebuah opini ataupun fakta. Saya membebaskan kepada kalian semua untuk bertumpu pada Mindset kalian masing-masing. Karena saya tahu, saya pernah merasakan, bahwa menjalani sebuah kehidupan yang didasarkan pada doktrin-doktrin, atau hal-hal yang mau tidak mau harus Anda terima itu sangat tidak menyenangkan. Terserah teman-teman berkata apakah Tuhan itu adil atau tidak. Tapi, saya berkata: Tuhan itu Maha Adil. That's a final statement.

Suatu hari saya pernah berdebat (secara tidak sengaja) dengan seorang teman saya yang berkata bahwa: kita hidup di dunia yang penuh dengan ketidakadilan. Dia -teman saya- berkata bahwa jika memang islam adalah sebuah kebenaran, maka Allah tidak adil. Karena kita terlahir Islam, sedangkan banyak orang di luar sana tidak terlahir Islam. Saya, tentu saja tidak setuju dengan ucapannya. Saya rasa ucapannya sama seperti anak kelas 2 SD yang bahkan masih belum mengerti apa itu agama.

Teman-teman, Allah itu Maha Adil. Dan itu adalah kunci dari semua ketidakpastian yang ada di muka bumi ini. Allah Maha Adil itu tidak hanya sebatas kata-kata, tapi itu adalah sebuah hal yang harus diyakini dan dipercayai. Karena jika tidak, percayalah bahwa Anda akan menjadi gila, seperti pemikiran teman saya kala itu.

Jika seorang terlahir menjadi kristen, maka ia memiliki potensi untuk tidak mendapat hidayah hingga akhir hayatnya. Tapi mengenal Islam, itu adalah sebuah hal yang pasti akan dirasakannya. Kenapa? Karena Allah Maha Adil. Jika orang kristen tersebut hidup di dunia selama 80 tahun, maka pasti ada suatu masa ketika ia melihat adanya cahaya islam di dunia ini. Pertanyaannya adalah, apakah ia menolak atau justru menerima cahaya Islam tersebut.

Jika seorang terlahir Islam, maka tentu ia juga punya potensi untuk tidak mendapat hidayah atau menadapat khusnul khatimah di akhir hayatnya. Tapi mengenal nilai-nilai Islam, mengenal Al Qur'an, itu adalah hal yang pasti akan dirasakannya. Jika seorang muslim tersebut hidup selama 40 tahun di dunia ini, maka pasti ada suatu masa ketika ia merasakan indahnya nilai-nilai islam, tapi di sisi lain ia juga punya suatu masa ketika ia melihat bahwa agama lain justru jauh lebih Indah. Agama lain diperbolehkan berzina (misalnya), atau minum khamr, atau makan babi, tetapi Islam justru melarang.

Seorang muslim yang memiliki kadar iman yang rendah memiliki tantangan yang berbeda dengan seorang muslim yang memiliki kadar iman yang tinggi. Ada muslim yang di satu sisi, ia sangat kesulitan dalam menjalani sholat 5 waktu, dan mudah untuk bermaksiat. Ada muslim yang sangat sulit menjalani sholat sunnah rawatib, tapi ia mudah untuk melakukan sholat 5 waktu. Ada muslim yang kesulitan menjalani puasa, tapi ia mudah dalam menjalani Qiyamulail. Ada yang kesulitan menjalani Ibadah Haji dan berzakat, tapi ia mudah dalam menjalani sholat, puasa, qiyamulail, dan sedekah.

Setiap level keimanan sama-sama memiliki kesulitan. Karena Allah Maha Adil. Seorang Mufti tidak mungkin meninggalkan sholat 5 waktu, tetapi masih mungkin meninggalkan puasa sunnah. Dan melengkapi puasa sunnah adalah tantangan baginya. Seorang awwam yang hidup di tengah kemaksiatan akan mudah bermaksiat dan sulit menjalani sholat 5 waktu secara full. Dan menjalani sholat 5 waktu secara full adalah sebuah tantangan baginya.

Jadi, kenapa orang yang berislam sejak lahir itu tetap adil jika dibandingkan seorang yang terlahir non-islam?

Karena seorang yang terlahir Islam punya segudang potensi untuk munafik. Siapa orang yang munafik? Yaitu orang yang tahu bahwa perbuatan A adalah dosa, tapi ia menjalankannya. Dan ia tahu bahwa perbuatan B adalah kebaikan, tapi ia menolaknya dan justru tetap bergerak dalam keburukan. Dalam sebuah hadits shahih, dikatakan bahwa orang muslim yang munafik tempatnya adalah di Neraka Yang Paling Dalam. Sedangkan seorang kristen, yang hidup sampai akhir hayatnya menjalan sejuta kebaikan, ia akan tetap masuk neraka. Tapi ia tetap akan berada di tingkatan yang lebih tinggi daripada orang Muslim yang munafik.

Di sisi lain, orang muslim punya kesempatan untuk menyadari kesalahannya, dan menggugurkan dosa-dosanya baik dengan amalan-amalan yang mampu menggugurkan dosa ataupun dengan perbuatan taubat. Sedangkan orang non-muslim memiliki kesempatan pula untuk menyadari kesalahannya, dan bersyahadat untuk masuk islam dan menjalani kehidupan secara suci seperti bayi yang baru lahir.

Percayalah bahwa sekalipun orang badui yang hidup 100 tahun di pelosok hutan, ia pasti pernah merasakan hadirnya petunjuk Islam dalam hidupnya walau hanya sekali. Dan selebihnya, itu adalah keputusannya untuk menerima cahaya tersebut atau tidak, walaupun di Laughul Mahfudz Allah pun sudah mencatat tentang takdir hidup dan matinya.